Kamis, 30 Mei 2013

Cinta Tidak Sama Dengan Bahagia

Pagi ini aku bangun dengan mata sembab dan bengkak. Ya, semalam aku memang menangis. Tak jelas sebenarnya menangisi apa. Semuanya tiba-tiba tercampur menjadi satu. Meledak kepermukaan, seperti gunung yang memuntahkan magma-nya.

Saat-saat seperti ini yang kuinginkan hanya pendengar. Seseorang yang tak perlu banyak berkata tapi keberadaannya benar-benar nyata. Aku ingin dia. Ada disampingnya dan membiarkan dia memeluk dan menghapus air mataku. Namun, sejak penawaranku semalam tak ada pesan lagi yang datang hingga pagi ini.

Tak pernah aku membayangkan akan sesakit ini ketika tahu bahwa seseorang telah menyerah pada sikapku. Padahal aku tak pernah menyerah pada sikapnya, bahkan pada semua masalahnya. Bukannya aku mengharapkan imbalan tapi aku ingin dia mengerti dan memahamiku.

Sungguh patah hati ini rasanya mendapatinya acuh padaku. Untuk apa 5 tahun ini? Aku merasa hampir sakit jiwa. Tak ada satu pun orang yang mempu mendengar semua sampah di otakku ini. Bukan bukan, aku yang tak mengijinkan mereka.

Oh, Tuhan berilah aku kesempatan untuk jatuh hati sekali lagi tapi bukan pada ciptaanmu. Aku ingin jatuh hati padamu saja karena aku yakin kau tak akan membuatku patah hati. Karena kau tahu konsep "bahagia adalah tidak menggantunggkan kebahagiaan kita pada orang lain". Aku ingin tenang denganmu saja Tuhan.....






Minggu, 12 Mei 2013

Kekasihku, Rivalku, Sahabatku


Bermula dari sebuah organisasi pecinta alam aku dan dia bertemu. Della namanya. Seperti perempuan memang (namanya) tapi dia benar-benar laki-laki tulen. Laki-laki yang seangkatan denganku meski berumur 2 tahun diatasku.

Sejak awal dia telah mendominasi pembicaraan kakak-kakak angkatanku. Mungkin karena dia atlet panjat tebing atau karena dia cukup tampan. Hanya mereka yang tahu. Dan dia mereka gunakan sebagai magnet pencarian anggota baru entah disengaja atau tidak.

Selama pendidikan dasar dia sungguh terlihat menonjol diantara kami. Bisa jadi itu karena intervensi kakak angkatan yang selalu membuatnya terlihat menonjol. Membawakan carier (tas ransel untuk kemah) teman yang sudah letih, menjawab lantang setiap kali disebut namanya, dll. Dan tak pernah ku sangka itu yang membuatku jauh darinya.

Sejak perkenalanku dengannya sebelum pendidikan dasar sampai semuanya berakhir dan dimulainya proses pendidikan lanjutan, aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. Memang sengaja ku buat begitu karena aku tidak cukup suka dengan sikapnya yang ku pikir sedikit arogan. Dia berlagak seakan dirinyalah yang tahu segalanya dan dia yang paling bisa diantara kami.

Entah apa yang terjadi tiba-tiba saja aku menjadi dekat dengannya. Rivalku. Mungkin saja ini efek dari pertemuan intensku dengannya disekretariat. Aku yang kala itu menduduki jabatan sebagai sekertaris kepantiaan dikondisikan untuk berada di sekretariat sejak pagi hingga sore. Sedangkan dia sang operasional selalu di sekretariat karena rumahnya yang cukup jauh dari kampus. Maka untuk menghemat waktu dia selalu berada di sekretariat bahkan hingga 24 jam.

Begitulah dari rival tanpa terduga tiba-tiba dia menjelma menjadi sahabatku. Energinya ketika bercerita selalu menggebu-gebu, apalagi saat menceritakan tentang panjat dan naik gunung. Dia menjelma sebuah robot yang baru diganti baterainya. Energik dan meluap-luap. Seakan muncul api di matanya yang mampu membakar setiap orang di sekitarnya.

Dia memang menjadi sosok yang sanggup menghidupkan suasana. Menurutku dia tidak pandai melucu karena dia tidak punya bakat menjadi komedian. Dan caranya menghidupkan suasana bukan dengan melucu. Entah apa namanya dia seperti bisa membangkitkan singa yang tertidur dalam diri setiap orang yang dihadapinya. Kalau aku tak berlebihan menyebutkannya.

Satu hal yang menarik darinya adalah kesungguhannya dalam menekuni suatu hal. Ketika perhatiannya tertuju pada satu hal maka dia akan menekuninya sampai mahir. Itu terjadi saat dia tertarik pada alam bebas (panjat tebing, rafting, dan hiking). Dan jadilah dia salah satu anggota yang multitalent dalam organisasi kami.

Saat itu dia yang menonjol semakin terlihat sebagai bintang. Rivalku melambung jauh diatasku. Sejenak aku merasa selalu kalah olehnya meskipun tak ada kompetisi disana. Entah mengapa aku merasa selalu ingin mengalahkannya.

Sekitar satu tahun kebersamaanku dengannya sang rival sekaligus sahabatku menjelma menambah satu perdikatnya lagi. Kekasih. Ketika rival menjelma menjadi kekasih keinginan mengalahkan berubah menjadi suport ketika dia menjalani perlombaan. Seharusnya begitu. Hahaha, tapi sesungguhnya suport itu tak langsung muncul bersamaan dengan pergantian predikat tadi.

Dalam lubuk hati ini masih ada obsesi yang belum terbayarkan. Ya, mengalahkan dia. Tapi bukan di bidang alam bebas. Aku jelas kalah kalau begitu. Sampai sekarang dia salah satu alasanku untuk serius di bidang tulis menulis. Bisa dibilang inilah yang aku suka. 

Begitulah ceritaku bersama Rivalku, Sahabatku, Kekasihku. Rival yang memacuku untuk terus berkarya. Sahabat yang selalu menyemangatiku. Dan kekasihku yang selalu memberikan rasa sayangnya padaku.


“Tulisan ini diikut sertakan dalam GA “Siapa Sahabatmu?” pada blog senyumsyukurbahagia.blogspot.com, hidup bahagia dengan Senyum dan Syukur”



Jumat, 03 Mei 2013

EFEKNYA NGENA BANGET


Aku suka tulisan mbak enny yang judulnya “Karena mamito sudah tua”. Lucu ceritanya dan mungkin membuat sebagian orang tersenyum tapi kok aku malah jadi kangen ibu ya? Ceritanya mbak Enny ini bener-bener mengingatkan kebiasaanku sama ibu kalo lagi pulang ke rumah. Iya, ibuku itu sering banget minta cabutin ubannya kalo aku pas pulang ke rumah.

Kalo dilihat-lihat ibuku belum kelihatan tua-tua banget sih tapi ubannya lumayan banyak juga jadi pegel juga kalo nyabutin hehehe. Beda sama bapak yang kelihatan lemes, kucel, capek rasanya. Tapi bapak lebih suka men semir rambut bukan hobi cabut uban kayak ibu haha. Yah, sebanyak dan seyua apapun keduanya aku begitu menyayangi mereka. Samapi saat ini aku masih merasa belum bisa membahagiakan dan membanggakan mereka. Entah kapan.

Membaca tulisan sederhana mbak Enny ini memberikan efek yang besar padaku. Pertama aku jadi kangen banget sama ibu dan bapak. Kedua aku jadi pengen nagis waktu nulis tulisan ini gara-gara inget mereka. Yang ketiga dan paling penting aku jadi pengen cepet pulang hiks.
Satu lagi fotonya mbak Enny sama Zidan bikin iri. Kalo diinget-inget sudah lama banget aku sekeluarga gak foto bareng. Terakhir ya waktu aku masih umur 6 tahun padahal aku sekarang udah 21 tahun. Kebayang kan lamanya. Sekali lagi inspirasi dari tulisan mbak Enny buatku. Bikin foto keluarga.... ^_^

Kritik dan saran buat blognya mbak enny: blognya sudah bagus sih, isinya juga banyak yang bermanfaat buat para pembaca. Mbak Enny juga selalu memberikan foto di setiap tulisan jadi yang baca gak bosen. Rasanya baca blog mbak enny nyaris sempurna tanpa kritik hehe, maklum aku kan baru terjun di dunia blogger. pokoknya buat mbak Enny terus menulis dan berkarya ajah deh...